Selasa, 23 April 2013

LAPORAN PEKTIN

LAPORAN PRAKTIKUM IV
APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN
UJI KUALITATIF KANDUNGAN PEKTIN PADA BUAH


LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah apel pertama kali ditanam di Asia Tengah dan sekarang buah apel banyak ditemukan di daerah yang suhu udaranya lebih dingin. Buah apel umumnya berwarna merah, hijau atau kuning. Kulit buah apel agak lunak, daging buahnya keras dan memiliki beberapa biji di dalamnya. Kebanyakan apel enak dimakan saat masih mentah dan juga sering digunakan sebagai makanan pencuci mulut karena mengandung banyak serat yang baik untuk pencernaan. Buah apel banyak mengandung pektin dimana sebenarnya hampir semua buah dan sayur-sayuran mengandung pektin, tetapi jumlah dan konsentrasi yang sangat tinggi dapat ditemukan didalam apel. Mengkonsumsi pektin apel dapat bermanfaat untuk kesehatan kita, karena pektin memiliki banyak pengaruh-pengaruh terhadap sistem pencernaan.
Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol. Selain itu, pektin juga dapat membuat lapisan yang sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam industri kertas dan tekstil, serta sebagai pengental dalam industri karet. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan praktikum yang berjudul uji kualitatif kandungan pektin pada buah dimana pektin sangat bermanfaat bagi kesehatan apabila dikonsumsi.



Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
Untuk mengetahui cara ekstraksi pektin.
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam dan waktu pengendapan pada ekstraksi pektin terhadap rendemen yang dihasilkan.


TINJAUAN PUSTAKA
Apel (Malus Domestica)
Buah apel mempunyai bermacam-macam varietas dan memiliki ciri-ciri
tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain Romebeauty, Manalagi, Anna, Princess Noble, dan Wangli/Lali Jiwo. Pada beberapa varietas apel, aroma terasa sangat tajam. Citarasa, aroma, maupun tekstur apel sebenarnya dihasilkan dari kurang lebih 230 komponen kimia, termasuk pula beragam asam seperti asam asetat, format serta 20 jenis asam lain. Selain itu, ada kandungan alkohol berkisar 30 – 40 jenis, ester seperti etil asetat sekitar 100 jenis, karbonil seperti formaldehid dan
asetaldehid (Ikrawan, 1996).
Manfaat Apel mengandung banyak serat yang berfungsi sebagai antidepresan yang tentunya sangat baik untuk kesehatan tubuh kita, buah ini ternyata memiliki banyak khasiat dan manfaat yang mungkin dari kita belum mengetahuinya. Zat besi yang terkandung dalam apel juga terbukti dapat menyembuhkan anemia. bukan hanya itu, mengosumsi apel juga dapat memberikan tenaga pada diri kita meskipun kita dalam keadaan
lemah (Anonim, 2012a).
Karakteristik dari tanaman apel (Malus Domestica) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Untung, 1994) :
Tabel 8. Karakteristik apel (Malus Domestica)
Komponen kimia Kandungan (%)
Kadar asam 0,55
Pektin (dalam protopektin) 24
Kadar air 13,2
Total Padatan 67,9
Sumber : Untung, 1994.


Pektin
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental
atau yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada
tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan Fox, 2005).
Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah
kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat
diare (National Research Development Corporation, 2004).
Pektin sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium, potasium, kalsium dan garam ammonium.
Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang
berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak
terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. sumber apel,
rendemen 10-15%, gula bit 10-20%, bunga matahari 15-25%, dan kulit
jeruk 20-35% (Commite on Food Chemical Codex, 1996).
Buah apel banyak mengandung pektin yaitu sebangsa serat larut yang ditemukan di dinding-dinding sel dan jaringan-jaringan tanaman. Hampir semua buah dan sayur-sayuran mengandung pektin. Pektin apel diyakini memiliki pengaruh-pengaruh yang bermanfaat di saluran cerna dengan menyeimbangkan tingkat asam dalam usus besar dan dapat meringankan gejala-gejala borok, refluks asam, hyperacidity dan kondisi-kondisi terkait asam lain. Pektin apel juga dapat mengurangi risiko sindrom metabolik, yaitu sebuah grup dari faktor-faktor resiko untuk penyakit jantung yang dapat mengurangi kolesterol dan kadar gula darah dalam tubuh. Pektin apel juga membantu penderita diare dengan meningkatkan volume dan kekentalan tinja. Selain itu pektin apel juga dianggap sebagai satu antioksidan kuat yang
dapat mengurangi resiko kanker-kanker seperti kanker usus besar
dan kanker-kanker terkait saluran cerna lainnya (Anonim, 2012b).


Ekstraksi Pektin
Ekstraksi pektin sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1.5 sampai 3.0 dengan suhu pemanasan 60 – 100oC selama setengah jam sampai satu setengah jam (Towle dan Christensen, 1973). Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis
pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Smith dan Bryant, 1968).
Penggunaan HCl dengan konsentrasi 0.1 N pada proses ekstraksi pektin memberikan rendemen pektin yang terbaik. Peningkatan suhu lebih dari 100oC dan waktu lebih dari 80 menit tidak akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap rendemen pektin yang
dihasilkan (Goycoolea dan Adriana, 2003).
Asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi ada kecenderungan untuk menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam khlorida, dan asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam khlorida. Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin (Kertesz, 1951).
Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin. Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah (Towle dan Christensen, 1973). Namun, apabila suhu dan waktu ekstraksi terlalu tinggi akan menyebabkan perusakan terhadap
pektin (Yujaroen, 2008).





METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan mengenai Uji Kualitatif Kandungan Pektin pada Buah ini dilakukan pada hari
Selasa, 6 November 2012, pada pukul 10.00 – 13.30 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

pengaduk
gelas kimia
timbangan analitik
blender
hotplate
oven
gelas erlenmeyer
pisau
ayakan
pipet tetes
thermometer
desikator
wadah plastik
cawan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

apel
kertas pH
alkohol
aquadest
kertas label
aluminium foil
larutan HCl
kertas saring
kain saring
tissue roll


Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Bahan dirajang dan dijemur hingga kering.
Bahan yang telah kering kemudian dihancurkan dengan blender lalu diayak.
Serbuk kemudian ditambahkan aquadest dengan perbandingan 1: 20.
Kemudian ditambahkan HCl 0,02 M hingga pH nya mencapai 1,5.
Kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan suhu 800C dengan lama pemanas sesuai perlakuan.
Larutan yang dihasilkan disaring dan dipisahkan antara ampas dan filtratnya. Ampasnya dibuang sedangkan filtratnya ditampung.
Selanjutnya filtrat dipanaskan dengan suhu 950C sambil diaduk-aduk hingga volumenya menjadi setengah dari volume semula.
Filtrat pekat didinginkan kemudian dicuci dengan alkohol 95 % dan disaring.
Endapan /pektin dikeringkan di oven pada suhu 400C selama 6 jam.
Kemudian akan diperoleh pektin kering lalu ditimbang untuk mendapatkan hasil rendemen.
Rumus = % Rendemen = (Berat akhir)/(Berat awal) X 100%

Perlakuan Praktikum
Perlakuan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Bahan
A1 = Apel
A2 = Kulit pepaya
Waktu ekstraksi
B1 = 1 jam
B2 = 1,5 jam
B3 = 2 jam
B4 = 2,5 jam
Parameter pengamatan
warna
rendemen



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 09.
Tabel 9. Hasil Praktikum Uji Kualitatif Kandungan Pektin pada Buah Apel.
No Perlakuan Rendemen (%) Warna
Awal Akhir
1 A1 B1 2,23 coklat Coklat pekat
2 A1 B2 2,067 coklat Coklat pekat
3 A1 B3 28,57 Coklat hitam Hitam
4 A1 B4 8,08 coklat hitam Hitam
5 A2 B1 27 Hijau Hitam
6 A2 B2 0,45 Hitam Hitam
7 A2 B3 26,14 Coklat Hitam Hitam
8 A2 B4 1,1 Hijau Hitam
Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2012.
Keterangan :
A1B1 = buah apel, lama ektraksi 1 jam
A1B2 = buah apel, lama ektraksi 1,5 jam
A1B3 = buah apel, lama ektraksi 2 jam
A1B4 = buah apel, lama ektraksi 2,5 jam
A2B1 = kulit pepaya, lama ektraksi 1 jam
A2B2 = kulit pepaya, lama ektraksi 1,5 jam
A2B3 = kulit pepaya, lama ektraksi 2 jam
A2B4 = kulit pepaya, lama ektraksi 2,5 jam


Pembahasan
Hasil rendemen dari praktikum Uji kandungan pektin pada buah apel yaitu 8,806 %. Hasil rendemen tersebut diperoleh dari berat akhir 1,35 gram dibagi berat awal 15,33 gram dikali 100%. Dilihat dari lama perlakuan pemanasan dengan kelompok lain yaitu selama 2,5 jam, dengan rata-rata hasil rendemen yang rendah. Rendemen yang rendah ini diakibatkan oleh waktu ekstraksi yang tinggi sehingga terjadi perusakan pada pektin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yujaroen (2008), bahwa apabila suhu dan waktu ekstraksi terlalu tinggi menyebabkan perusakan terhadap pektin.
Warna bubuk apel setelah pengeringan yaitu berwarna coklat kehitaman. Setelah ditambahkan dengan larutan dan diberi perlakuan, warna tersebut berubah warna menjadi warna hitam. Warna hitam ini diakibatkan oleh proses pengeringan yang menggunakan cahaya matahari langsung. Hal ini tidak sesuai dengan Food Chemical Codex (1996), bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang.
Praktikum uji pektin kali ini menggunakan buah apel dan kulit pepaya namun yang kami gunakan yaitu buah apel. Untuk menguji kadar pektin pada buah apel ditambahkan dengan larutan asam klorida (HCl) hingga pH nya mencapai 1,5. Dimana penggunaan HCl akan menghidrolisa protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin. Hal ini sesuai dengan Kertesz (1951), bahwa peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin.
Uji pektin pada buah apel awalnya dirajang dan dijemur sampai kering lalu diblender dan diayak kemudian ditambahkan aquadest dan HCl. Setelah itu dilakukan proses ekstraksi dengan suhu 800C dengan lama
pemanasan 2,5 jam. Pemanasan ini termasuk pemanasan yang lama, dimana akan mengakibatkan pektin terhidrolisis menjadi asam galakturonat yang merubah warna pektin menjadi hitam. Hal ini sesuai dengan Smith dan Baryant (1968), bahwa waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat.




PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
Cara ekstraksi pektin yaitu bahan dirajang dan dijemur hingga kering diblender lalu diayak. Kemudian ditambahkan aquadest dengan HCl hingga pH nya mencapai 1,5. Kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan suhu 800C. Larutan yang dihasilkan disaring dan dipisahkan. Ampasnya dibuang sedangkan filtratnya ditampung. Selanjutnya filtrat dipanaskan dengan suhu 950C. Didinginkan kemudian dicuci dengan alkohol 95 % dan disaring. Endapan /pektin dikeringkan di oven pada suhu 400C selama 6 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan hasil rendemen.
Pengaruh konsentrasi asam pada ekstraksi pektin yaitu memberikan rendemen pektin yang terbaik, sedangkan pengaruh waktu pemanasan pada ekstraksi pektin yaitu akan mengakibatkan pektin terhidrolisis menjadi asam galakturonat.
Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum selanjutnya yaitu sebaiknya alat-alat laboratorium ditambah agar selama proses praktikum berlangsung masing-masing kelompok dapat bekerja sendiri-sendiri tanpa harus bergantian dengan kelompok lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012a. Manfaat Pisang Pektin Apel Diare http://manfaat.org/search/mamfaat-pisang-pektin-apel-diare. Diakses
tanggal 7 November 2012. Makassar.

Anonim, 2012b. Tumbuh-tumbuhan Sehat. http://tumbuhan2sehat. blogspot.com/. Diaskses tanggal 7 November 2012. Makasssar.

Food Chemical Codex. 1996. Pectins. http://arjournals. annualreviews. org/ doi/ abs/10.1146/annurev.bi.20.070151.000435. Diaskses
tanggal 7 November 2012. Makasssar.

Goycoolea, F.M. dan Adriana Cardenas, 2003. Pectins from Opuntia Spp. : A Short Review. J.PACD. 17-29.
Herbstreith, K dan G. Fox, 2005. Pectin. http://www.herbstreithfox. de/pektin/forschung und entwicklung /forschung_entwicklung04a.html. Diaskses tanggal 7 November 2012. Makasssar.

Ikrawan Y. 1996, Khasiat Apel. Dilihat 10 Oktober 2010. . Diaskses tanggal 7 November 2012. Makasssar.

Kertesz, Z.I. 1951. The Pectin Substances. Interscience Pub. Inc., New York.

National Research Development Corporation. 2004. High Grade Pectin From Lime Peels. http://www. nrdcindia.com/pages/pect.html.

Smith dan Bryant. 1968, Properties of Pectin Fraction Separated on Diethylleaminoethyl-Cellulose Columns. Di dalam Nelson, D.B., C.J.B.

Smith dan R.L Wiles. 1977, Commercially Important Pectic Substances. AVI Publ. Inc., Westport, Connecticut.

Towle, G.A. dan O. Christensen, 1973. Pectin. Di dalam R.L Whistler (ed.) Industrial Gum. Academic Press, New York.

Untung, O., 1994, Jenis Budidaya Apel, Penebar Swadaya. Jakarta.

Yujaroen, P., U. Supjaroenkul and S. Rungrodnimitchai. 2008. Extraction of pectin from sugar palm meat. Thammasat International Journal Science Technology Vol. 13 (44-47).

Jumat, 25 Mei 2012

Pembuatan Buffer

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Buffer merupakan larutan yang terdiri dari asam lemah dan garam yang dapat mempertahankan dan menjaga pH. Salah satu sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya. pH larytan ini akan hanya berubah sedikit dengan memberikan sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Larutan buffer terdiri dari campuran asam/basa lemah dan basa/asam konjugasinya yang dapat mempertahankan pH di sekitar daerah kapasitas buffer. Larutan buffer dibuat dari senyawa sitrat dan fosfat. Larutan buffer ini tentu saja bukan hanya sekedar suatu pencampuran larutan akan tetapi mempunyai fungsi tersendiri yang mungkin saja dapat bermanfaat. Contohnya saja pada bidang-bidang medis banyak menggunakan larutan penyangga ini akan tetapi dikombinasikan dalam bentuk obat-obatan atau sejenisnya, akan tetapi bagaimana proses kerja larutan penyangga dalam bidang medis ataupun dalam tubuh belum dapat dipahami sepenuhnya sebelum melakukan percobaan. Konsentrasi yang cocok untuk pembuatan larutan penyangga harus sesuai dengan ketentuan dalam prinsip pembuatan larutan buffer. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini agar kita mengetahui bagaimana proses pembuatan larutan penyangga ini, sehingga kita mampu mengaplikasikannya kembali.
B. Tujuan Praktikum Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum kali ini adalah: 1. Untuk mengetahui proses pembuatan buffer. 2. Untuk mengetahui pengaruh larutan buffer terhadap perubahan pH pada larutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Buffer Buffer atau Larutan penyangga adalah satu zat yang menahan perubahan pH ketika sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan kedalamnya. Kebutuhan buffer kadang menyulitkan karena hampir setiap analisa membutuhkan kondisi pH tertentu yang relatif stabil. Karena banyaknya macam dan jenis buffer, pemilihan buffer yang akan digunakan menjadi masalah tersendiri. Dalam memilih buffer, yang harus diperhatikan adalah pH optimum serta sifat-sifat biologisnya. Banyak jenis buffer yang mempunyai impact terhadap sistem biologis, aktivitas enzim, substrate, atau kofaktor. Sebagai contoh buffer phosphat akan menghambat aktivitas dari beberapa metabolik enzim termasuk karboksilase, fumarase, dan phosphoglucomutase. Barbiturate menghambat phophorilasi oksidatif dan masih banyak efek lain yang diberikan buffer. Oleh karena itu pemilihan buffer terkadang menjadi kesulitan yang cukup merepotkan. Oleh karena itu, gunakan konsentrasi buffer serendah mungkin yang masih dapat untuk memaintain pH Anonima (2011). Buffer dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari larutan penyangga ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam kuat. Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun sebaliknya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi Anonimb (2011). Menurut Anonimb (2011) Komponen larutan penyangga terbagi menjadi: 1. Larutan penyangga yang bersifat asam Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. 2. Larutan penyangga yang bersifat basa Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih. B. Fungsi Buffer Buffer memiliki banyak fungsi pada berbagai industri. Di industri farmasi, buffer berfungsi dalam pembuatan obat-obatan, agar zat aktif obat tersebut mempunyai pH tertentu. Di bidang biologi, enzim-enzim dapat bekerja pada pH yang sesuai. Oleh karena itu, pH dapat dibuat sesuai dalam bentuk campuran buffer. Dibidang analisis, campuran buffer dapat digunakan untuk analisis kualitatif atau analisis kuantitatif, misalnya pemisahan protein melalui elektroforesis, penetapan secara kuantitatif ion-ion logam, Pengendapan atau pelarutan suatu senyawa. Sistem buffer juga berfungsi untuk menjaga pH darah agar selalu konstan (Zakir, 2009). C. Prinsip kerja larutan penyangga Menurut Anonimc (2011) Prinsip kerja dari larutan penyangga yang dapat mempertahankan harga pH pada kisarannya adalah sebagai berikut. a. Larutan Penyangga Asam HA/A - HA (aq) --> A - (aq) + H + (aq) • Jika ditambah sedikit asam kuat (H + ) Ion H + dari asam kuat akan menaikkan konsentrasi H + dalam larutan, sehingga reaksi kesetimbangan larutan terganggu; reaksi akan bergeser ke kiri. Namun, basa konjugasi (A - ) akan menetralisir H + dan membentuk HA. A - (aq) + H + (aq) → HA (aq) Kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan konsentrasi H + yang berarti, besarnya pH dapat dipertahankan pada kisarannya. • Jika ditambah sedikit basa kuat (OH - ) Ion OH - dari basa kuat akan bereaksi dengan H + dalam larutan, sehingga konsentrasi H + menurun dan kesetimbangan larutan terganggu. Oleh karena itu, HA dalam larutan akan terionisasi membentuk H + dan A - ; reaksi kesetimbangan bergeser ke kanan OH - (aq) + H + (aq) → H 2 O (l) HA (aq) → A - (aq) + H + (aq) Kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan konsentrasi H + yang nyata; pH larutan dapat dipertahankan pada kisarannya. Asam lemah dapat menetralisir penambahan sedikit basa OH - . HA (aq) + OH - (aq) → A - (aq) + H 2 O (l) • Jika larutan penyangga diencerkan Pengenceran larutan merupakan penambahan air (H 2 O) pada larutan. Air (H 2 O) akan mengalami reaksi kesetimbangan menjadi H + dan OH -, namun H 2 O yang terurai sangat sedikit. Jadi, konsentrasi H + dan OH - sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. b. Larutan Penyangga Basa B/BH + B (aq) + H 2 O (l) --> BH + (aq) + OH - (aq) • Penambahan sedikit asam kuat (H + ) H + dari asam kuat dapat bereaksi dengan OH - pada larutan, sehingga konsentrasi OH - menurun dan reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Basa lemah (B) dalam larutan akan bereaksi dengan H 2 O membentuk asam konjugasinya dan ion OH - . H + (aq) + OH - (aq) → H 2 O (l) B (aq) + H 2 O (l) → BH + (aq) + OH - (aq) Kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan pH yang nyata, besarnya pH dapat dipertahankan. Basa lemah dapat menetralkan penambahan sedikit asam (H + ). B (aq) + H + (aq) → BH + (aq) • Penambahan sedikit basa kuat (OH - ) Basa kuat (OH - ) dapat meningkatkan konsentrasi OH - dalam larutan, sehingga reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Namun adanya asam konjugasi (BH + ) dapat menetralkan kehadiran OH - dan membentuk B dan H 2 O. Sehingga pada kesetimbangan tidak terdapat perubahan konsentrasi OH - yang nyata, dan pH larutan dapat dipertahankan. BH + (aq) + OH - (aq) → B (aq) + H 2 O (l) • Penambahan air (pengenceran) Penambahan H 2 O dalam larutan akan langsung terionisasi menjadi H + dan OH -, namun konsentrasi H + dan OH - sangat kecil, sehingga dapat diabaikan.

B. Pencampuran dua larutan Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti CH3COONa dilarutkan dalam aquadest. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi dan mineral tertentu. Untuk jenis larutan padat pada umumnya untuk dijadikan larutan maka akan ditambahkan pelarut berupa air Anonimd (2011).

C. Natrium Asetat Natrium asetat atau natrium etanoat adalah garam natrium dari asam asetat. Senyawa ini merupakan zat kimia berharga terjangkau yang diproduksi dalam jumlah industri untuk berbagai keperluan. Senyawa ini juga kadang dihasilkan dalam eksperimen laboratorium, misalnya reaksi asam asetat dengan natrium karbonat, natrium bikarbonat, atau natrium hidroksida, menghasilkan beberapa basa yang mengandung natrium Anonime (2011).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Aplikasi Biokimia Pasca Panen ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 21 Februari 2011 pukul 08.00–11.00 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah: - gelas kimia - batang pengaduk - elemenyer - pipet volume - burret - bulb - timbangan analitik - pipet mikro Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: - natrium asetat - aquadest - aluminium foil - kertas label - NaOH - CH3COOH - NaH2(PO)4 - tissue roll
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktikum ini adalah a. Buffer Asetat 1. Larutan CH3COOH 0,2 M sebanyak 500 ml. - Dihitung jumlah bahan yang akan dibutuhkan untuk membuat larutan asam asetat 0,2 M sebanyak 500 ml dengan menggunakan rumus molaritas. - Bahan asam asetat dipipet dengan menggunakan pipet tetes pada ruang asam sesuai dengan jumlah bahan yang telah dihitung yaitu sebanyak 5,99 ml. - Bahan yang sudah ditimbang kemudian ditambahkan dengan aquadest sampai volume larutan mencapai 500 ml kemudian aduk sampai rata. 2. Larutan NaCH3COOH 0,2 M sebanyak 500 ml - Hitung jumlah bahan yang akan dibutuhkan untuk membuat larutan Natrium Asetat 0,2 M sebanyak 500 ml dengan menggunakan rumus molaritas. - Bahan Natrium Asetat ditimbang dengan menggunakan gelas kimia pada timbangan digital sesuai dengan jumlah bahan kimia yang telah dihitung sebelumnya sebanyak 8,2 gram. - Bahan yang sudah ditimbang kemudian ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 500 ml kemudian aduk sampai rata. - Bahan kemudian diberi label. 3. Bahan (asam asetat) di pipet sebanyak 83 ml kemudian dipindahkan ke elemenyer 1. 4. Bahan (natrium asetat) di pipet sebanyak 17 ml kemudian dipindahkan ke elemenyer 1. 5. Homogenkan larutan dan beri label pada elemnyer b. Buffer Fosfat 1. Larutan NaOH 0,1 M sebanyak 500 ml. - Dihitung jumlah bahan yang akan dibutuhkan untuk membuat larutan Natrium Asetat 0,1 M sebanyak 500 ml dengan menggunakan rumus molaritas. - NaOH ditimbang dengan menggunakan gelas kimia pada timbangan digital sesuai dengan jumlah bahan kimia yang telah dihitung sebelumnya sebanyak 2 gram. - Bahan yang sudah ditimbang kemudian ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 500 ml kemudian aduk sampai rata. - Bahan kemudian diberi label. 2. Larutan NaOH 45 ml di pipet sebanyak 9,1 ml kemudian dipindahkan ke elemenyer 2. 3. Bahan (natrium fosfat) di pipet sebanyak 50 ml kemudian dipindahkan ke elemenyer 2. 4. Ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml aquadest ke elemenyer 2. 5. Dihomogenkan larutan dan beri label pada Erlenmeyer. -

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil praktikum kali ini disajikan dalam bentuk tabel Tabel 01. Hasil Perhitungan Buffer Asetat Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 x ml 92 88 83 17 22 32 43 pH 3,6 3,8 4,0 5,4 5,2 5,0 4,8 Natrium Asetat 8 12 17 83 78 18 57 Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Biokimia Pasca Panen, 2011 Tabel 02. Hasil Perhitungan Buffer Fosfat Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 x ml 3,5 5,8 9,1 47 45 43 40 pH 5,8 6,0 6,2 8,0 7,8 7,6 7,4 Natrium Asetat 50 50 50 50 50 50 50 Air 46,5 44,2 40,9 3 5 7 10 Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Biokimia Pasca Panen, 2011
B. Pembahasan o Larutan Natrium Asetat 0,2 M sebanyak 500 ml Natrium Asetat 0,2 M yang akan dibuat larutan dengan menggunakan volume sebanyak 500 ml. Natrium Asetat yang digunakan dalam praktikum ini yakni dalam bentuk padatan. Untuk melarutkan dalam pelarut dicari beratnya dengan menggunakan rumus molaritas x Mr maka berat adalah 8,2 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2010b) bahwa untuk jenis padatan yang dibuat larutan maka ditambahkan dengan air agar dapat terbentuk larutan. o Buffer Asetat 83 ml Buffer Asetat dibuat dengan cara mempipet larutan asam asetat sebanyak 83 ml dan natrium asetat sebanyak 17 ml kemudian dihomogenkan. Hal ini dilakukan untuk membantu mengatasi perubahan pH yang berlebihan yang terjadi pada saat pembuatan larutan. Hal ini sesuai dengan Anonima (2011) bahwa buffer merupakan satu zat yang menahan perubahan pH ketika sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan kedalamnya. Buffer atau larutan penyangga adalah satu zat yang menahan perubahan pH ketika sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan kedalamnya. Larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Hal ini sesuai dengan Anonima (2011) bahwa buffer dapat mempertahankan perubahan pH pada saat reaksi kimia berlangsung. Buffer dapat mempertahankan nilai pH tertentu karena larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun basa lemah dan asam konjugatnya. Larutan penyangga ini terdiri atas larutan penyangga bersifat asam dan larutan penyangga basa. Hal ini sesuai dengan Anonimb (2011) bahwa Buffer dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Sifat yang paling menonjol dari larutan penyangga ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam kuat. o Buffer Fosfat Pembuatan buffer fosfat dalam praktikum ini dibuat denagn cara menambahkan 50 ml Natrium hydrogen fosfat denagn NaOH 45 ml dan aquades 5 ml, sehingga menacapai volume 100 mL. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2011a), bahwa prosedur pembuatan buffer fosfsat dengan cara menambahakan larutan NaOH dengan larutan natrium fosfat dengan volume yang telah ditentukan agar mendapatkan pH buffer tertentu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah: 1. Larutan buffer dibuat dengan cara menambahkan senyawa asam dan basa 2. Pengaruh larutan buffer terhadap perubahan pH pada larutan adalah walaupun di tambahakan sedikit asam atau sedikit basa pH-nya hanya sedikit berubah.
B. Saran Saran kami untuk praktikum selanjutnya agar pada pembuatan larutan buffer tidak hanya membuat larutan buffer saja tetapi dengan mengukur pH larutan agar kita dapat mengetahui pengaruh perubahan penambahan asam atau basa pada larutan buffer.

DAFTAR PUSTAKA
Anonima, 2011. Buffer. http://www. com/doc/31401403/Laporan-Praktikum-Bioselmol-Larutan-Bufferi. Akses tanggal Februari 2011. Makassar. Anonimb, 2011. Pengaruh Buffer Terhadap pH http://www. /Laporan-Praktikum-Bioselmol-Larutan-Buffer. Akses tanggal Februari 2011. Makassar. Anonimc, 2011. Prinsip Kerja Larutan Penyangga. http://sahri.ohlog.com/larutan-buffer.cat3433.html. Akses tanggal Februari 2011. Makassar. Anonimd, 2011. Natrium Asetat. http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_asetat. Akses tanggal Februari 2011. Makassar. Zakir, dkk. 2009. Kimia Dasar. UPT MKU Universitas Hasanuddin. Makassar

PEMBUATAN LARUTAN BUFFER

PEMBUATAN LARUTAN BUFFER


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Larutan yang biasa kita praktikumkan salah satunya adalah larutan buffer atau sering juga disebut sebagai larutan penyangga. Berbagai teori mungkin kita telah baca bahwa larutan penyangga ini merupakan larutan yang dapat mempertahankan pH namun belum sepenuhnya dimengerti bagaimana sebenarnya sehingga larutan penyangga ini dapat berfungsi seperti itu. Pemahaman tentang bagaimana larutan penyangga ini bisa terbentuk akan sangat jelas setelah kita melihatnya sendiri, terbentuk dari campuran larutan apa saja larutan penyangga tersebut, bagaimana takaran atau ukuran atau lebih sering disebut konsentrasi tertentu dalam pembuatan campuran larutan buffer tersebut. Larutan buffer ini tentu saja bukan hanya sekedar suatu pencampuran larutan akan tetapi mempunyai fungsi tersendiri yang mungkin saja dapat bermanfaat. Contohnya saja pada bidang-bidang medis banyak menggunakan larutan penyangga ini akan tetapi dikombinasikan dalam bentuk obat-obatan atau sejenisnya, akan tetapi bagaimana proses kerja larutan penyangga dalam bidang medis ataupun dalam tubuh belum dapat dipahami sepenuhnya sebelum melakukan percobaan. Konsentrasi yang cocok untuk pembuatan larutan penyangga harus sesuai dengan ketentuan dalam prinsip pembuatan larutan buffer. Pembuatan larutan buffer ini akan terbentuk ketika dalam prosesnya memenuhi standar atau prosedur yang memang harus ada dalam proses pembuatannnya. Konsentrasi larutan penyangga, campuran apa saja yang bias jadi larutan penyangga, prinsip kerja larutan penyangga sudah diatur sehingga dapat terbentuk larutan penyangga yang diinginkan, oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini agar kita mengetahui bagaimana proses pembuatan larutan penyangga ini.

B. Tujuan Praktikum Adapun tujuan yang ingin dicapai pada praktikum kali ini adalah: 1. Mengetahui cara pembuatan larutan buffer. 2. Mengetahui konsentrasi larutan yang digunakan dalam pembuatan larutan buffer.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Larutan Buffer

Larutan buffer adalah mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi di antara kedua komponen penyusun ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Komponen larutan penyangga, larutan dapar, atau buffer adalah larutanyang digunakan untuk Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A-), campuran ini menghasilkan larutan bersifat asam.dan basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH+), campuran ini menghasilkan larutan bersifat basa (Mulyono, 2008).

B. Fungsi Larutan Buffer Menurut Anonim (2004), fungsi larutan buffer yaitu sebagai berikut : a. F ungsi Larutan Penyangga dalam tubuh manusia Reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan reaksi enzimatis, yaitu reaski yangmelibatkan enzim sebagai katalis. Enzim sebagai katalis hanya dapat bekerja dengan baik padapH tertentu (pH optimumnya). Agar enzim tetap bekerja secara optimum, diperlukan lingkunganreaksi dengan pH yang relative tetap, unutk itu maka diperlukan larutan penyangga. b. Fungsi Larutan penyangga dalam industrI .Dalam indutri farmasi, larutan penyangga berperan untuk pembuatan obat-obatan agar zat aktif dari obat tersebut mempunya pH tertentu. Selain itu larutan penyangga juga digunakan unutk industri makanan dan minuman ringan seperti yang sering digunakan adalah Natrium asetat dan asam sitrat. c. Menjaga keseimbangan pH tanaman. Suatu metode penanaman dengan media selain tanah, biasanya ikerjakan dalam kamar kacadengan menggunakan mendium air yang berisi zat hara, disebut dengan hidroponik Setiap tanaman memiliki pH tertentu agar dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan larutan penyangga agar pH dapat dijaga.

C. Prinsip Kerja Larutan Buffer Pengaruh penambahan sedikit asam dan basa terhadap penyangga. Jika ke dalam larutan penyangga ditambahkan sedikit asam, maka asam tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat basa. Begitu juga sebaliknya, jika ditambahkan sedikit basa, basa tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat dengan zat yang beersifat asam. Misalnya larutan penyangga yang terbentuk dari campuran asam lemak CH3COOH dan basa konjugasinya (ion CH3COOH). Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit asam misalnya HCl akan terjadi reaksi : CH3COO- + HCl CH3COOH + Cl- Berdasarkan reaksi ini jumlah basa konjugat (ion CH3COO-) akan berkurang dan asam lemah CH3COOH akan bertambah. Mekanisme penambahan asam ke dalam larutan penyangga akan menurunkan konsentrasi basa konjugasi dan meningkatkan konsentrasi asam. Perubahan ini tidak menyebabkan perubahan pH yang besar. Namun jika dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit basa, misalnya terjadi reaksi : CH3COOH + NaOH CH3COO- + Na+ + H2O Berdasarkan reaksi ini berarti jumlah asam lemah CH3COOH akan berkurang dan basa konjugasi (ion CH3COO-) akan bertambah. Seperti pada penambahan sedikit asam, perubahan ini pun tidak menyebabkan perubahan pH yang besar (Sutresna, 2007). D. Perhitungan Buffer Menurut Anonjm (2004) pembuatan larutan buffer dapat dilakukan dengan cara menentukan konsentrasi dan pH larutan yang akan dibuat dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 1. Larutan penyangga asam Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan dengan rumus berikut [H+] = Ka x a/g atau pH = p Ka - log a/g keterangan: Ka = Tetapan ionisasi asam lemah a = Jumlah mol asam lemah g = Jumlah mol basa konjugasi 2. Larutan penyangga basa Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan dengan rumus berikut: [OH-] = Kb x b/g Atau pH = p Kb - log b/g dengan, Kb = tetapan ionisasi basa lemah b = jumlah mol basa lemah g = jumlah mol asam konjugasi E. Pengenceran Pengenceran adalah berkurangnya rasio zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan pelarut. Sebaliknya pemekatan adalah bertambahnya rasio konsentrasi zat terlarut di dalam larutan akibat penambahan zat terlarut. Dalam laboratorium kimia selalu terjadi kegiatan pengenceran. Umumnya tersedia zat padat atau larutan dalam konsentrasi yang besar atau dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Sehingga menyiapkan larutan atau mengencerkan zat menjadi kegiatan rutin. Untuk pengenceran, misalnya 50 mL larutan CuSO4 dengan konsentrasi 2 M, diubah konsentrasinya menjadi 0.5 M. Dalam benak kita tentunya dengan mudah kita katakan tambahkan pelarutnya, namun berapa banyak yang harus ditambahkan. Perubahan konsentrasi dari 2 M menjadi 0.5 M, sama dengan pengenceran 4 kali, yang berarti volume larutan menjadi 4 kali lebih besar dari 50 mL menjadi 200 mL (Sutresna, 2008). Penentuan konsentrasi larutan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, menurut Sutresna (2008) yaitu : 1. Bagaimana menyatakan perbandingan antara zat terlarut dan pelarut. 2. Wujud senyawa, zat atau komponen pembentuk larutan tidak sama. 3. Jumlah zat terlarut yang dinyatakan sebagai massa, mol, massa ekuivalen, massa formula. 4. Jumlah maksimum zat terlarut dalam jumlah tertentu pelarut yang masih dapat membentuk larutan homogen.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum Biokimia Pasca Panen ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 21 Februari 2011, pukul 08.00 – 11.00, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum pencoklatan buah beku yaitu: - gelas erlenmeyer - pipet volume - gelas kimia - pengaduk - lemari asam - bulp digital - bulp karet - timbangan analitik Bahan yang digunakan pada praktikum pencoklatan buah beku yaitu: - asam asetat 0,2 M - natrium asetat 0,2 M - Na HCO3 0,1 M - Na2CO3 0,1 M - asam sitrat 0,05 M - natrium sitrat 0,05 - NaOH 0,1 M - NaH2PO4 0,2 M

C. Prosedur Praktikum

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah : a). Larutan asam asetat 0,2 M sebanyak 500 ml 1. Dihitung jumlah bahan yang akan dibutuhkan untuk membuat larutan asam asetat 0,2 M sebanyak 500 ml dengan menggunakan rumus molaritas. 2. Bahan asam asetat dipipet dengan menggunakan pipet tetes pada ruang asam sesuai dengan jumlah bahan yang telah dihitung yaitu sebanyak 5,99 ml. 3. Bahan yang sudah ditimbang kemudian ditambahkan dengan aquadest sampai volume larutan mencapai 500 ml kemudian aduk sampai rata. b). Buffer asetat 88 ml 1. Bahan (asam asetat) dipipet sebanyak 88 ml kemudian dipindahkan ke Erlenmeyer. 2. Bahan (natrium asetat) dipipet sebanyak 12 ml kemudian dipindahkan ke Erlenmeyer. 3. Homogenkan larutan dan beri label pada Erlenmeyer.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini sebagai berikut : Tabel 01. Hasil Pembuatan Larutan Buffer Asetat Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 CH3COOH (ml) 92 88 83 17 22 32 43 pH 3,6 3,8 4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 CH3COONa (ml) 8 12 17 83 78 18 57 Sumber: Data Hasil Praktikum Aplikasi Biokimia, 2011 Tabel 02. Hasil Pembuatan Larutan Buffer Fosfat Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 NaOH (ml) 3,5 5,8 9,1 47 45 43 40 pH 5,8 6,0 6,2 8,0 7,8 7,6 7,4 NaH2PO4 (ml) 50 50 50 50 50 50 50 Aquadest (ml) 46,5 44,2 40,9 3 5 7 10 Sumber: Data Hasil Praktikum Aplikasi Biokimia, 2011

B. Pembahasan
Larutan buffer adalah campuran antara basa/asam lemah dengan asam/basa konjugasinya yang dapat mempertahankan pH baik dengan adanya penambahan asam kuat dan basa kuat maupun adanya pengenceran. Hal ini dengan sesuai pernyataan Mulyono (2008) bahwa larutan buffer adalah mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat. Larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Fungsi buffer pada reaksi kimia adalah larutan yang dapat mempertahankan pH karena pada reaksi kimia pada cairan tubuh manusia bersifat enzimatik yaitu reaksi yang bersifat enzim sebagai katalis yang dapat bekerja secara optimum apabila pH tetap sehingga diperlukan larutan penyangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2004) bahwa reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan reaksi enzimatis, yaitu reaski yangmelibatkan enzim sebagai katalis. Enzim sebagai katalis hanya dapat bekerja dengan baik padapH tertentu (pH optimumnya). Agar enzim tetap bekerja secara optimum, diperlukan lingkunganreaksi dengan pH yang relative tetap, unutk itu maka diperlukan larutan penyangga. Pembuatan larutan buffer asetat, pH larutan buffer cenderung tetap, artinya perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini terjadi karena larutan buffer asetat terbentuk dari asam lemah (CH3COOH) dan basa konjugasinya (CH3COO-), sehingga pada larutan buffer terjadi pergeseran kesetimbangan. Kesetimbangan ini terbentuk karena pada larutan buffer asetat konsentrasi basa konjugasinya akan mengalami penurunan dan konsentrasi asam akan mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutresna (2007), bahwa jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit basa NaOH, akan terjadi reaksi: CH3COOH + NaOH CH3COO- + Na+ + H2O Berdasarkan reaksi tersebut, berarti jumlah asam lemah CH3COOH akan berkurang dan basa konjugasi (ion CH3COO-) akan bertambah. Pembuatan larutan buffer fosfat, pH larutan buffer cenderung tetap, artinya perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar. Hal ini terjadi karena larutan buffer fosfat terbentuk dari basa lemah (NaOH) dan asam konjugasinya (Na+), sehingga pada larutan buffer terjadi pergeseran kesetimbangan. Kesetimbangan tersebut terbentuk karena pada larutan buffer fosfat konsentrasi asam konjugasinya akan mengalami peningkatan dan konsentrasi basa lemahnya akan mengalami penurunan, sehingga pH larutan penyangga larutan buffer dapat cenderung tetap. Hal ini sesuai dengan Anonim (2004), bahwa jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit basa NaOH, akan terjadi reaksi: CH3COOH + NaOH CH3COO- + Na+ + H2O Berdasarkan reaksi tersebut, berarti jumlah asam lemah CH3COOH akan berkurang dan basa konjugasi (ion CH3COO-) akan bertambah. Praktikum pembuatan buffer yang telah dilakukan, dibuat dengan menentukan jumlah konsentrasi larutan garan dan asam yang perlukan. Hal ini di tentukan dengan melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus hal ini sesuai dengan Anonim (2004) yang menyatakan bahwa Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan dengan rumus berikut [H+] = Ka x a/g atau pH = p Ka - log a/g keterangan: Ka = Tetapan ionisasi asam lemah a = Jumlah mol asam lemah g = Jumlah mol basa konjugasi

V. PENUTUP

A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini : 1. Larutan buffer berfungsi untuk mempertahankan nilai pH karena larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa konjugatnya atau oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. 2. Larutan buffer sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam industri maupun dalam tubuh manusia.
B. Saran Saran untuk laboratorium sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum agar dipersiapkan agar tidak menyita waktu pada saat pelaksanaan praktikum dan pada praktikum pembuatan larutan buffer selanjutnya.

LAMPIRAN

Lampiran 01. Perhitungan pengenceran asam asetat 100% menjadi asam asetat 0,2 M sebanyak 500 ml ml Lampiran 02. Perhitungan pembuatan larutan natrium asetat 0,2 M sebanyak 500 ml gram Lampiran 03. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 3,6 Jadi asam asetat sebanyak 96 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 4 ml Lampiran 04. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 3,8 Jadi asam asetat sebanyak 94 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 6 ml Lampiran 05. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 4,0 Jadi asam asetat sebanyak 91 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 9 ml Lampiran 06. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 5,4 Jadi asam asetat sebanyak 28 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 72 ml Lampiran 07. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 5,2 Jadi asam asetat sebanyak 14 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 76 ml Lampiran 08. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 5,0 Jadi asam asetat sebanyak 50 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 50 ml Lampiran 09. Perhitungan larutan buffer asetat dengan pH 4,8 Jadi asam asetat sebanyak 61 ml Natrium asetat sebanyak (100-x) sebanyak 49 ml

KEPIK MANGGA PADA MANGGA dan BERCAK DAUN PADA ANGGREK

TUGAS AGRIBISNIS TANAMAN HORTIKULTURA


I. PENDAHULUAN

Kondisi iklim di Indonesia sangat baik untuk menanaman berbagai macam tanaman hortikultura dan tanaman hias seperti, mangga dan anggrek. Perkembangan hortikultura di Indonesia hingga saat ini, belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini antara lain disebabkan karena hortikultura perlu penanganan yang serius, modal besar, dan berisiko tinggi. Selain itu, harga produk hortikultura rendah dan berfluktuasi sehingga memperbesar risiko rugi bagi petani. Adanya dorongan pemerintah dalam sistem agribisnis yang berbasis hortikultura, diharapkan perkembangan hortikultura berjalan pesat. Pengembangan agribisnis berbasis hortikultura merupakan integrasi yang komprehensif dari semua komponen agribisnis yang terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu; subsistem usahatani; subsistem pengolahan; subsistem pemasaran; dan subsistem penunjang. Proses pengolahan/pengawetan merupakan salah satu bentuk kegiatan agribisnis hortikultura yang bertujuan untuk mengubah bentuk fisik menjadi bentuk fisik lain yang tahan simpan. Selain itu, kemampuan melihat peluang dan potensi, serta mengatasi kendala yang ada merupakan usaha untuk meningkatkan pengembangan hortikultura yang berorientasi pada agribisnis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MANGGA

Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia. Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Anarcadiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera spp. Jenis yang banyak ditanam di Indonesia Mangifera indica L. yaitu mangga arumanis, golek, gedong, manalagi dan cengkir dan Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni. Hama 1. Kepik mangga (Cryptorrhynoccus gravis) Menyerang buah dan masuk ke dalamnya. Pengendalian: dengan semut merah yang menyebabkan kepik tidak bertelur. 2. Bubuk buah mangga Menyerang buah sampai tunas muda. Kulit buah kelihatan normal, bila dibelah terlihat bagian dalamnya dimakan hama ini. Pengendalian: memusnahkan buah mangga yang jatuh akibat hama ini, menggunakan pupuk kandang halus, mencangkul tanah di sekitar batang pohon dan menyemprotkan insektisida ke tanah yang telah dicangkul. 3. Bisul daun(Procontarinia matteiana.) Gejala: daun menjadi berbisul dan daun menjadi berwarna coklat, hijau dan kemerahan. Pengendalian: penyemprotan buah dan daun dengan Ripcord, Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu, membakar daun yang terserang, menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dan memperbaiki aerasi. 4. Lalat buah Gejala: buah busuk, jatuh dan menurunkan produktivitas. Pengendalian: dengan memusnahkan buah yang rusak, memberi umpan berupa larutan sabun atau metal eugenol di dalam wadah dan insektisida. 5. Wereng ( Idiocerus clypealis, I. Niveosparsus, I. Atkinsoni) Jenis wereng ini berbeda dengan yang menyerang padi. Wereng ini menyerang daun, rangkaian bunga dan ranting sambil mengeluarkan cairan manis sehingga mengundang semut api untuk memakan tunas atau kuncup. Cairan yang membeku menimbulkan jamur kerak hitam. Pengendalian dengan insektisida Diazinon dan pengasapan seminggu empat kali. 6. Tungau (Paratetranychus yothersi, Hemitarsonemus latus) Tungau pertama menyerang daun mangga yang masih muda sedangkan yang kedua menyerang permukaan daun mangga bagian bawah. Keduanya menyerang rangkaian bunga. Pengendalian dengan menyemprotkan tepung belerang,insektisida Diazinon atau Basudin. 7. Codot Memakan buah mangga di malam hari. Pengendalian: dengan membiarkan semut kerangkeng hidup di sela daun mangga, memasang kitiran angin berpeluit dan melindungi pohon dengan jarring (Anonim, 2008).

B. Anggrek Penyakit

Bercak daun Cercospora spp. 1) Tanaman inang : Semua jenis anggrek terserang oleh penyakit ini, terutama yang ditanam di tempat terbuka, seperti Vanda sp., Arachnis sp., Aranda sp., Aeridachnis sp. dan sebagainya. 2) Gejala serangan : Penyakit timbul hanya apabila keadaan lingkungan lembab. Mula-mula pada sisi bawah daun yang masih muda timbul bercak kecil berwarna coklat. Bercak-bercak dapat berkembang melebar dan memanjang, dan dapat bersatu membentuk bercak yang besar. Pada pusat bercak yang berwarna coklat keputihan, cendawan membentuk kumpulan-kumpulan konidiofor dengan konidium, yang bila dilihat dengan kaca pembesar (loupe) tampak seperti bintik-bintik hitam kelabu. Pusat bercak akhirnya mengering dan dapat menjadi berlubang. Gejala ini lebih banyak terdapat pada daun-daun tua. 3) Morfologi / Epidemiologi : Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3-12. Konidiofor pendek, bersekat 1-3, cendawan dapat terbawa oleh benih dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Cuaca yang panas dan basah membantu perkembangan penyakit. Penyakit dapat timbul pada tanaman muda, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua (Anonim, 2010a) Pengendalian hama penyakit anggrek a. Fisik Media tumbuh disucihamakan dengan uap air panas agar tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh. Untuk menghindari penularan virus, usaha sanitasi harus dilakukan meliputi sterilisasi alat-alat potong. Setelah dicuci bersih alat-alat potong dipanaskan dalam oven pada suhu 149°C selama 1 jam. b. Mekanis Pengendalian secara mekanis dilakukan bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas. Misalnya pada pagi dan sore hari kumbang gajah dapat dijepit dengan jari tangan dan dimatikan. Demikian pula kutu tempurung pada daun anggrek dapat didorong dengan kuku, tetapi harus dilakukan secara hati-hati lalu dimatikan. Keong besar atau yang kecil dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi. Pengendalian secara mekanis juga dilakukan pada bagian tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang. c. Kultur Teknis Pemeliharaan tanaman yang baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur. Penyiraman, pemupukan dan penambahan atau penggantian media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung pemeliharaan yang berkelanjutan dapat memantau keadaan tanaman dari serangan OPT secara dini. Penyiraman dilakukan apabila diperlukan dan dilakukan pagi hari sehingga siang harinya sudah cukup kering. Pelihara tanaman dari serangan atau kehadiran serangga yang dapat menjadi pembawa atau pemindah penyakit. Udara dalam pertanaman sebaiknya dijaga agar tidak terlalu lembab, sehingga penyakit tidak mudah berkembang. Tanaman yang baru atau diketahui menderita penyakit diisolasi selama 2-3 bulan, sampai diketahui bahwa tanaman tersebut betul-betul sehat. Tanaman yang akan dibudidayakan sebaiknya juga berasal dari induk yang telah diketahui bebas penyakit. d. Kimiawi Untuk pengendalian OPT anggrek dapat dipilih jenis pestisida yang tepat sesuai dengan organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikendalikan. Formulasi pestisida dapat berupa cairan (emulsi), tepung (dust), pasta ataupun granula. Konsentrasi dan dosis penggunaan biasanya dicantumkan pada tiap kemasan. Sebagai pencegahan, pot atau wadah lainnya, alat-alat seperti pisau dan gunting stek, sebaiknya setiap kali memakai alat-alat tersebut, disucihamakan dengan formalin 2% atau desinfektan lainnya. e. Hayati Dilakukan dengan menggunakan predator tungau : Phytoseiulus persimilis Athias Heniot dan Typhodiromus sp. (Phytoseiidae) (Anonim, 2010b).

III. PEMBAHASAN

A. MANGGA

Tabel Hama Mangga Dan Cara Pengendalian No. Jenis Hama Pengendalian 1. Kepik mangga (Cryptorrhynoccus gravis) dengan semut merah yang menyebabkan kepik tidak bertelur. Dari tabel diatas menujukkan bahwa kepik mangga adalah salah satu hama pada mangga. Kepik mangga menyerang buah dan masuk ke dalam mangga. Cara pengendalian kepik mangga yaitu dengan hadirnya semut merah yang membuat takut kepik sehingga tidak dapat bertelur. Hal ini sesuai dengan Anonim (2008), bahwa Kepik mangga (Cryptorrhynoccus gravis) menyerang buah dan masuk ke dalamnya. Pengendaliannya dengan semut merah yang menyebabkan kepik tidak bertelur.

B. Anggrek

Tabel Penyakit Pada Anggrek Dan Cara Pengendalian No. Jenis Penyakit Pengendalian 1. Bercak daun Cercospora spp a. Fisik, media di suci hamakan dengan uap air panas. b. Mekanis, membunuh hama secara perlahan. c. Kultur teknis, pemeliharaan yang baik d. Kimiawi, pemberian zat kimia untuk memebunuh serangga e. Hayati, dilakukan dengan predator. Dari tabel diatas, salah satu penyakit pada anggrek yaitu bercak daun Cercospora spp. Penyakit pada anggrek dapat diatasi dengan beberapa cara pengendalian yakni Fisik, media di suci hamakan dengan uap air panas. Mekanis, membunuh hama secara perlahan. Kultur teknis, pemeliharaan yang baik. Kimiawi, pemberian zat kimia untuk memebunuh serangga. Hayati, dilakukan dengan predator. Hal ini sesuai dengan Anonim (2010), bahwa pengendalian hama penyakit anggrek yaitu: a. Fisik Media tumbuh disucihamakan dengan uap air panas agar tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh. Untuk menghindari penularan virus, usaha sanitasi harus dilakukan meliputi sterilisasi alat-alat potong. Setelah dicuci bersih alat-alat potong dipanaskan dalam oven pada suhu 149°C selama 1 jam. b. Mekanis Pengendalian secara mekanis dilakukan bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas. Misalnya pada pagi dan sore hari kumbang gajah dapat dijepit dengan jari tangan dan dimatikan. Demikian pula kutu tempurung pada daun anggrek dapat didorong dengan kuku, tetapi harus dilakukan secara hati-hati lalu dimatikan. Keong besar atau yang kecil dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi. Pengendalian secara mekanis juga dilakukan pada bagian tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang. c. Kultur Teknis Pemeliharaan tanaman yang baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur. Penyiraman, pemupukan dan penambahan atau penggantian media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung pemeliharaan yang berkelanjutan dapat memantau keadaan tanaman dari serangan OPT secara dini. Penyiraman dilakukan apabila diperlukan dan dilakukan pagi hari sehingga siang harinya sudah cukup kering. Pelihara tanaman dari serangan atau kehadiran serangga yang dapat menjadi pembawa atau pemindah penyakit. Udara dalam pertanaman sebaiknya dijaga agar tidak terlalu lembab, sehingga penyakit tidak mudah berkembang. Tanaman yang baru atau diketahui menderita penyakit diisolasi selama 2-3 bulan, sampai diketahui bahwa tanaman tersebut betul-betul sehat. Tanaman yang akan dibudidayakan sebaiknya juga berasal dari induk yang telah diketahui bebas penyakit. d. Kimiawi Untuk pengendalian OPT anggrek dapat dipilih jenis pestisida yang tepat sesuai dengan organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikendalikan. Formulasi pestisida dapat berupa cairan (emulsi), tepung (dust), pasta ataupun granula. Konsentrasi dan dosis penggunaan biasanya dicantumkan pada tiap kemasan. Sebagai pencegahan, pot atau wadah lainnya, alat-alat seperti pisau dan gunting stek, sebaiknya setiap kali memakai alat-alat tersebut, disucihamakan dengan formalin 2% atau desinfektan lainnya. e. Hayati Dilakukan dengan menggunakan predator tungau : Phytoseiulus persimilis Athias Heniot dan Typhodiromus sp. (Phytoseiidae)

IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut 1. Jenis hama dan penyakit pada mangga dan anggrek dapat diatasi dengan berbagai cara. 2. Kepik mangga menyerang buah dan masuk ke dalannya, sedangkan bercak daun menyerang pada tempat terbuka.

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Mangga. http:// onlineku. com/ Tanman. Akses tanggal 17 Desember 2010. Makassar Anonim, 2010a. Agriculture. http://blog.ub.ac.id/wtomo/. Akses tanggal 17 Desember 2010. Makassar Anonim, 2010b. Anggrek. http://www.suaramedia.com/ekonomi-bisnis/usaha-kecil-dan-menengah/22619-jalur-emas-budidaya-anggrekdi-pekarangan.html. Akses tanggal 17 Desember 2010. Makassar

PENGERTIAN POPULASI KOMUNITAS EKOSISTEM

POPULASI

Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.

KOMUNITAS

Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat sulit untuk dipastikan.

EKOSISTEM

Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi alam. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Ahli ekologi sistem adalah mereka yang mencoba menghubungkan bersama beberapa perbedaan aktifitas fisika dan biologi di dalam suatu lingkungan. Penelitian mereka seringkali terfokus pada aliran energi dan perputaran material-material yang ada di dalam sebuah ekosistem. Mereka biasanya menggunakan komputer yang canggih untuk membantu memahami data-data yang dikumpulkan dari penelitian di lapangan dan untuk memprediksi perkembangan yang akan terjadi.

Pengertian dari....
a. Populasi : ~> Adalah kumpulan Individu sejenis yang menempati suatu daerah tertentu.
b. Ekosistem: ~> Hubungan timbal balik antar mahluk hidup dengan komponen abiotik dalam satu kesatuan tempat hidup
c. Komunitas : ~>Adalah seluruh populasi mahluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu. Komuniatas merupakan komponen biotik dalam suatu ekosistem. Contoh: komunitas sawah, hutan, kebun dll.
d. Individu : ~> Adalah mahluk hidup tunggal. Sebagai contoh: seekor ikan, seekor kambing, manusia, sebatang pohon singkong, dll
c. Komunitas : ~>Adalah seluruh populasi mahluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu. Komuniatas merupakan komponen biotik dalam suatu ekosistem. Contoh: komunitas sawah, hutan, kebun dll.
d. Ekosistem: ~> Hubungan timbal balik antar mahluk hidup dengan komponen abiotik dalam satu kesatuan tempat hidup
e. Ekosistem ada beberapa macam yaitu: ~> Ekosistem alami ~> Ekosistem buatan.
f. Komponen Biotik adalah : ~> Terdiri dari semua mahluk hidup yang berada dalam suatu ekosistem. Berdasarkan peranannya komponen Biotik dikelompokkan sebagai berikut: a. Produsen, sebagai organisme yang dapat membuat makanan sendri
b. Konsumen, sebagai organisme pemakan. c. Dekomposer, sebagai organisme yang bertugas untuk merombak / menguraikan sisa-sisa mahluk hidup yang telah mati.
g. Komponen Abiotik adalah : ~> Terdiri dari semua benda tak hidup yang ada di sekitar mahluk hidup. Komponen Abiotil di kelompokkan sebagai berikut: a. Cahaya Matahari, sebagai tenaga yang utama / disebut energi primer. b. Air, sebagai zat yang mutlak diperlukan mahluk hidup c. Tanah, sebagai habitat dan sumber makanan. DLL
h. Jaring makanan adalah: ~> Kumpulan dari rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk jaring.
i. Rantai makanan adalah: ~> Peristiwa makan dan dimakan dalam urutan tertentu . perpindahan materi dan energi dari mahluk yang satu ke mahluk lainnya dengan melalui proses makan dan dimakan dengan urutan 1 arah.

Rabu, 04 Mei 2011

LAPORAN LENGKAP MIKROBIOLOGI PANGAN

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mikroorganisme adalah makhluk yang sangat kecil dan hanya dapat diliha dibawah mikroskop. Salah satu jenis mikroorganisme adalah bakteri. Bakteri merupakan organisme uniselular yang tumbuh dengan cara pembelahan biner yaitu satu sel membelah secara simetris. Untuk mempermudah penghitungan koloni diperlukan pengetahuan mengenai morfologi bakteri tersebut sehingga media pertumbuhan yang akan digunakan sesuai dengan sifat bakteri tersebut. Kehadiran mikrobia pada makanan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Setiap produk yang dihasilkan oleh mikrobia tergantung jumlah mikrobia yang terkandung dalam suatu bahan atau lingkungan. Perhitungan mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan, dan proses yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut.
Penghitungan jumlah sel dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya metode hitungan cawan (Total Plate Count). Metode hitungan cawan menggunakan anggapan bahwa setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam sampel. Teknik pengitungan ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran. Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni, sesuai dengan kaidah statistik adalah cawan yang berisi 25-250 koloni.

B. Tujuan praktikum
1. Mempelajari teknik pengenceran biakan untuk penghitungan bakter
2. Mempelajari cara penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan (Total
Plate Count).
3. Mempelajari bagaimana pembuatan media dengan metode pour plate dan surface
plate.
4. Bagaimana cara membuat media Nutrien Agar.

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Nutrien Agar
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrien) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian sifat fisiologis dan perhitungan sejumlah mikroba. Supaya mikroba dapat tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat, antara lain : harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan tumbuh, tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada dalam keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang ditumbuhkan dapat tumbuh dengan baik (Sutedjo, 1990).
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.
Untuk komposisi nutrien agar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air
desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan (Anonim, 2011a).

B. Perhitungan Mikroba
Penghitungan jumlah sel dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya metode hitungan cawan (Total Plate Count), hitungan mikroskopis langsung (Direct Count) dan penghitung Coulter. Cara lain penentuan jumlah sel adalah dengan menyaring sampel dengan saringan membran kemudian daringan tersebut diinkubasi pada permukaan media yang sesuai. Koloni-koloni yang terbentuk berasal dari satu sel tunggal yang dapat hidup. Penentuan massa sel dapat dilakukan dengan beberapa metode. Cara yang paling umum adalah dengan menggunakan nilai kekeruhan suspensi sel. Cara lain dengan mengukur berat kering sel atau filamen sampel dalam suatu volume tertentu. Penentuan dengan cara ini dilakukan dengan lebih dahulu mengendapkan sampel diikuti dengan pencucian, pengeringan dan penimbangan berat (Anonim, 2011b).

C. Metode hitungan cawan
Metode hitungan cawan menggunakan anggapan bahawa setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam sampel. Teknik pengitungan ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran. Cawan-cawan Page 2 tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni, sesuai dengan kaidah statistik adalah cawan yang berisi 30-300 koloni. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan bersangkutan (Anonim, 2011b).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1993).
Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu :
1. Metode tuang (pour plate)
2. Metode permukaan (surface / spread plate)
Pada prinsipnya dalam metode tuang, sejumlah sampel dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sudah didinginkan (47-500C) dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar secara merata. Sedangkan pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan (Fardiaz, 1992).


Menurut Anonim (2011c) perbedaan metode pour plate (metode tuang) dan metode surface plate (metode permukaan) adalah:
1. Metode tuang(pour plate)
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pengenceran sampel dan memasukkan hasil pengenceran tersebut. Pada pembuatan pengenceran, diambil 1 ml larutan uji dan dimasukkan dalam cawan petri kemudian dimasukkan ke media cair steril dengan suhu kira-kira 500C sebanyak 15 ml (sebaiknya selama penuangan tutup cawan jangan dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi). Cawan petri digerakkan di atas meja dengan gerakan melingkar seperti angka 8, gunanya untuk menyebarkan sel mikroba secara merata. Setelah agar memadat, cawan diinkubasikan dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 350C-370C selama 24 jam. Koloni yang terbentuk dihitung dengan Quebec Colony Counter. Larutan pengencer yang biasa digunakan adalah NaCl 0,9%; larutan buffer fosfat, atau larutan ringer
2. Metode permukaan
Caranya: media cair steril dituang terlebih dahulu ke dalam cawan petri, setelah membeku dituang 0,1 ml sediaan yang telah diencerkan, lalu diratakan dengan alat pengusap di atas permukaan media, kemudian diinkubasi dalam inkubator. Cara ini dilakukan minimal duplo (2 kali), misalkan yang pertama 60 koloni dan ynag kedua 64 koloni.



II. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Aplikasi Mikrobiologi Keamanan Pangan ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 24 Maret 2011, pukul 11.00 – 17.00, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali adalah :
- tabung reaksi - spritus - kapas
- vorteks - almunium foil - batang pengaduk
- timbangan analitik - pipet volume - penangas
- laminator - erlenmeyer - autoclave
- cawan petri - incubator - jarum ose
- waterbath - hockey stick
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- nutrient agar - nasi basi
- agar - ikan
- salmonella shigella agar - touge
- NaCl 0,85% - alkohol
- Aquades

C. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1. Media Na 400 mL (23 g/L)
Ditimbang media Na sebanyak 9,2 gram. Kemudian ditambahkan 400 mL aquades, setelah itu ditambahkan 0,184 agar (2% agar).
2. Media SS agar 50 mL (60 g/L)
Ditimbang media SS agar sebanyak 3 gram, setelah itu ditambahkan 50 mL aquades.
3. Larutan pengencer 0,85% NaCL 500 mL
ditimbang NaCl 4,25 gram lalu ditambahkan 500 mL aquades.
4. Pour Plate
- dimasukkan larutan pengencer (larutan 0,85% NaCl) kedalam tabung reaksi sebanyak 9 mL
- ditimbang sampel 1 gram kemudian masukkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengencer
- dihomogenkan menggunakan vorteks
- dilakukan pengenceran hingga 10-3
- Sampel (nasi basi, touge, ikan) sebanyak 1 mL diambil dari pengenceran 10-2 dan 10-3 kemudian dimasukkan dalam cawan petri kosong steril, dimulai dari pengenceran yang terbesar ke pengenceran terendah
- Masukkan media NA atau SS agar cair sebanyak ±15 mL
- Goyangkan di atas meja secara mendatar (membentuk angka 8), kemudian biarkan memadat
- Inkubasikan pada suhu 350C selama 48 jam dengan posisi cawan petri terbalik
5. Surface plate
- Masukkan larutan pengencer (larutan 0,85% NaCl) kedalam tabung reaksi sebanyak 9 mL
- Timbang sampel 1 gram kemudian masukkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengencer
- Homogenkan menggunakan vorteks
- Lakukan pengenceran hingga 10-3
- Sampel sebanyak 1 mL diambil dari pengenceran 10-2 dan 10-3, kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang berisi media NA atau SS agar padat, di mulai dari pengenceran yang terbesar ke pengenceran terendah
- Diratakan dan disebarkan dengan hockey stick
- Dibiarkan ± 5 menit
- Inkubasikan pada suhu 350C selama 48 jam dengan posisi cawan petri terbalik


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil perhitungan bakteri pada bahan pangan sampel dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 01 . Hasil Perhitungan Bakteri Pada Bahan Pangan
Bahan Metode Pour Plate Metode Surpace Plate
10-2 10-3 10-2 10-3
Nasi basi >520 koloni >400 koloni 68 koloni TBUD
Touge 500 koloni 138 koloni 243 koloni 341 koloni
Ikan Mentah 113 koloni 19 koloni 134 koloni 42 koloni
Sumber : Data Primer Aplikasi Mikrobiologi Keamanan Pangan, 2011
Tabel 02 Hasil Perhitungan SPC Koloni Pada Beberapa Bahan
No Bahan Hasil Perhitungan SPC
Metode Pour Plate Metode Surface Plate
1 Nasi hampir basi TBUD 6,8 x 106
2 Tauge 1,88 x 106 2,4 x106
3 Ikan Mentah 1,13 x 106 1,76 x 106
Sumber : Data Primer Praktikum Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, 2011

B. PEMBAHASAN
Tabel diatas menunjukkan pada metode pour plate koloni yang dihasilkan pada pengenceran 10-2 pada nasi >520 koloni, tauge 500 koloni dan ikan 113 koloni sedangkan pada pengenceran 10-3 dihasilkan jumlah bakteri pada nasi yang hamper basi sebesar >400 koloni, touge 138 koloni dan ikan 19 koloni. Hasil diatas menunjukkan bahwa pengenceran berfungsi untuk mengurangi jumlah koloni dalam suatu media, karena jumlah koloni pada pengenceran 10-2 lebih banyak dibanding pengenceran 10-3.. hal ini didukung oleh pernyataan (Firdiaz, 1992), yang menyatakan bahwa perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara decimal. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam sample, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan. Begitupun dengan metode surpace plate seharusnya pada pengenceran 10-3 jumlah koloni bakteri akan berkurang dari jumlah bakteri pada
pengenceran 10-2. Namun adanya kesalahan dalam praktikum seperti kurangnya ketelitian dalam membuat media dan melakukan isolasi bakteri mengakibatkan data yang diperoleh tidak tepat.
Media yang digunakan adalah media nutrien brot. Pembuatan media dilakukan dengan cara ditimbang media Na sebanyak 9,2 gram. Kemudian ditambahkan 400 mL aquades, setelah itu ditambahkan 0,184 agar (2% agar). Adanya penambahan agar dalam pembuatan media dikarenakan media NA ini sudah lama masa simpannya sehingga daya kerjanya sudah menurun jadi harus ditambahkan agar. . Media ini merupakan media yang paling umum digunakan dalam melakukan isolasi mikroba, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri dan isolasi kultur murni. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2011a), yang menyatakan bahwa Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.
Metode Pour Plate dalam isolasi bakteri pada nasi hampir basi memiliki hasil perhitungan TBUD, pada Tauge 1,88 x 106, dan ikan mentah 1,13 x 106, sedangkan pada metode surface plate hasil perhitungan bakteri pada nasi hampir basi 6,8 x 106, Tauge 2,4 x106, dan ikan mentah 1,76 x 106. Metode dalam penuangan bakteri ada 2 macam yaitu pour plate dan surface plate. Metode pour plate adalah metode dimana sampel lebih dulu dituang sebelum media dan sampel bakteri yang diambil sebanyak 1 mL sedangkan pada metode surface plate media pertama-tama dituang tunggu sampai memadat kemudian sampel dituangkan dengan volume 0,1 mL. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011c), bahwa Pada pembuatan pengenceran pour plate, diambil 1 ml larutan uji dan dimasukkan dalam cawan petri kemudian dimasukkan ke media cair steril dengan suhu kira-kira 500C sebanyak 15 ml. untuk surface plate media cair steril dituang terlebih dahulu ke dalam cawan petri, setelah membeku dituang 0,1 ml sediaan yang telah diencerkan, lalu diratakan dengan alat pengusap di atas permukaan media, kemudian diinkubasi dalam incubator.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan sampel (nasi hampir basi, touge, dan ikan mentah) rata-rata hasil perhitungannya TBUD.
2. Hasil perhitungan SCP hanya pada nasi hamper basi yang mengalami TBUD.
B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu supaya dapat diajarkan dengan menggunakan bahan yang berbeda, agar dapat diketahui perbedaan jumlah koloni yang didapat dari media satu dan yang lainya.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Media Untuk Mikroorganisme. http:// Wikipedia.org.wiki. Akses tanggal 20 April 2011. Makassar.

Anonim, 2011b. Teknik Pengenceran Dan Penghitungan Bakteri. http://mikrobiolaut.files.wordpress.com/2011/03/prak-mikrola-modul-v.pdf. Akses tanggal 20 April 2011. Makassar.

Anonim, 2011c. Cara Menghitung Jasad Renik/Mikroba. http://cahnartikel.blogspot.com/2011/01/mikrobiologi-9.html. Akses tanggal 20 April 2011. Makassar.

Sutedjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Fardiaz, S.1992.Mikrobiologi Pangan 1.Gramedia. Jakarta.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.



I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sel bakteri jika diamati dengan mata biasa sangatlah sulit karena ukurunnya yang sangat mikroskopik, untuk itu digunakan mikroskop untuk membantu dalam mengamati morfologi dan mengidentifikasinya. Bakteri merupakan organisme yang memiliki morfologi bentuk tubuh dasar yang pada umumnya mirip satu sama. sel bakteri sulit terlihat karena bentuk selnya yang transparan dan bermacam-macam. Bakteri juga memiliki sifat yang dapat diabsorbsi oleh zat-zat tertentu.
Sifat-sifat mikroorganisme tersebut digunakan untuk mengamati bakteri, karena sifat yang dapat menyerap suatu zat yang bersifat asam atau basa yang dapat memberikan suatu warna baik itu pada sel bakteri ataupun pada latar belakang dari bakteri tersebut. Pewarnaan dalam kegiatan identifikasi bakteri bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Di mana zat warna tersebut dapat memberikan muatan negatif atau positif. Mikroorganisme juga dapat dipindahkan dari 1 media kemedia yang lain melalui teknik isolasi bakteri yang dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan isolasi gores.
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum pewarnaan dan penggoresan agar kita dapat mengetahui bagaimana teknik pewarnaan ksususnya pewarnaan gram dan cara melakukan penggoresan pada mikroorganisme tertentu.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan pada praktikum kali ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara pewarnaan pada bakteri dengan metode pewarnaan gram.
2. Untuk mengetahui bagaimana teknik penggoresan bakteri.



II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pewarnaan Gram Bakteri
Metode pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam pewarnaan bakteri, karena merupakan tahapan penting dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif- gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru) (Anonim, 2011a).
Menurut Anonim (2011a), Fungsi dari zat warna yang digunakan antara lain:
a. Safranin berfungsi sebagai zat warna yang memberi warna kontras pada bakteri dengan memberikan warna merah.
b. Kristal violet yaitu zat warna yang memberikan atau menunjukkan sifat pewarnaan negatif dengan memberikan warna ungu pada bakteri yang peka terhadap zat warna basa.
c. Zat warna Iodine berfungsi sebagai zat warna pengikat ikatan warna, sehingga warna yang dihasilkan lebih jelas.
d. Tinta warna berfungsi memberikan warna biru tua atau gelap pada latar belakang dari preparat atau apusan bakteri.
Perbedaan dari bakteri gram negatif dan gram positif yaitu, bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan bakteri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif-gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru) (Anonim, 2011a).

B. Penggoresan mikroba
isolasi gores merupakan metode isolasi dengan cara menggeser atau menggoreskan ujung jarum ose yang telah mengandung mikroorganisme dengan hati-hati di atas permukaan agar secara zig zag yang dimulai dari dasar tabung menuju ke bagian atas tabung. Isolasi mikroba dengan cara penggoresan. Tujuan utama dari penggoresan ini adalah untuk menghasilkan koloni-koloni bakteri yang terpisah dengan baik dari suspensi sel yang pekat (Anonim, 2011b).
Penggoresan suspensi harus menggunakan loop platinum standar, yaitu dengan menggoreskan 1 loop penuh suspensi di atas permukaan medium agar. Terdapat beberapa cara menggoreskan bakteri di atas medium agar untuk mendapatkan koloni tunggal. Cara pertama adalah dengan goresan zigzag pada pinggiran lingkaran medium. Goresan berikutnya adalah goresan searah (± 90ยบ tegak lurus dari goresan pertama), tiap-tiap goresan harus menyentuh atau berawal dari goresan pertama. Demikian seterusnya sampai pada kelompok goresan keempat. Cara kedua adalah dengan menggoreskan suspensi di seluruh permukaan medium agar dari atas ke bawah secara perlahan-lahan, selanjutnya buat goresan kesamping dengan gerakan goresan yang cepat (Anonim, 2011b).

C. Teknik Penggoresan
Ujung kawat inokulasi sebaliknya dari platina atau nikel .ujungnya boleh lurus juga boleh berupa kolongan yang diametrnya 1-3mm. Dalam melakukuan penanaman bakteri kawat ini terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala (Anonim, 2011c).
Teknik Inokulasi terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni mikroorganisme yaitu :
1. Metode gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika ditinjau dari sudut ekonomi dan waktu, tetapi memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang diperoleh dengan latihan. Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Inokulum digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawaan petri dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni (Winarni, 1997).
2. Cara penggarisan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng. Bila dilakukan dengan baik teknik inilah yang paling praktis. Dalam pengerjaannya terkadang berbeda pada masing-masing laboratorium tapi tujuannya sama yaitu untuk membuat goresan sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan (Anonim, 2011d).
Menurut Anonim (2011d), Ada beberapa teknik dalam metode goresan, yakni:
1. Teknik Gores T
2. Teknik Gores Kuadran
3. teknik Gores Sinambung
4. Teknik Gores Radian













III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Aplikasi Mikrobiologi Keamanan Pangan ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 31 Maret 2011, pukul 11.00 – 17.00, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali adalah :
- tabung reaksi - cawan petri
- spritus - incubator
- vorteks - gelas objek
- laminator - jarum ose
- mikroskop - pipet tetes
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- violet kristal
- mikroba
- yodium gram (lugol)
- alkohol 95%
- pewarna safranin
- aquades
- alkohol
C. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1. Pewarnaan gram
- ditetesi air pada gelas objek
- Dengan jarum ose, diambil sejumlah kecil pertumbuhan mikroba
- disebarkan pada setetes air di gelas objek
- difiksasi dengan nyala api kecil
- diteteskan dengan pewarna violet kristal di atas film pada objek dan dibiarkan selama 1 menit
- dibilas dengan air kran dengan cara memegang gelas objek pada posisi miring dan buanglah sisa air yang tertinggal
- ditetesi dengan larutan yodium gram (lugol) selama 1 menit
- dibilas dengan air
- diteteskan alkohol 95% selama 10 menit detik atau sampai warna biru tidak luntur lagi, cuci sebentar dengan air
- diteteskan pewarna safranin (sebagai counterstain)
- kemudian diperiksalah dibawah mikroskop
2. Teknik Penggoresan
- Koloni diambil secara aseptis menggunakan jarum ose, digoreskan pada media agar
- Koloni digoreskan pada media secara hati-hati, agar tidak sampai merusak media. Goresan yang dibuat terdiri dari 8 goresan, tanpa putus (area A)
- dipanaskan jarus ose pada bunsen dan dinginkan di udara
- Cawan petri diputar, kemudian digores kembali sebanyak 4 goresan (area B)
- dipanaskan jarus ose pada bunsen dan dinginkan di udara
- Cawan petri diputar, kemudian digores kembali sebanyak 4 goresan (area C)
- Cawan petri diputar sekali lagi, kemudian digores sekali lagi (area D)
- dibuat goresan hingga mencapai tengah cawan (area E), usakah agar tidak menyentuh inokulum awal pada area A
- diinkubasikan pada suhu 350C selama 48 jam dengan posisi cawan terbalik










IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 03. Hasil Pewarnaan Mikroba Pada Beberapa Bahan
No Bahan Bentuk
1 Nasi hampir basi Kokus positif
2 Tauge Kokus positif
3 Ikan Mentah Basil negative
Sumber : Data Hasil Praktikum Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, 2011.


Tabel 04. Hasil Pengoresan Mikroba Pada Berbagai Bahan
No Bahan Warna koloni Hasil pengamatan

1 Nasi hampir basi Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah
Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah
2 Tauge Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah
Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah Koloni tak terpisah
3 Ikan Mentah Kuning Terpisah namun belum merata Terpisah tidak merata
Putih Terpisah tidak merata Tidak merata terkontam
Sumber : Data Hasil Praktikum Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, 2011


B. Pembahasan
Hasil pada tabel 03 di atas menunjukkan bahwa bakteri pada nasi hampir basi dan pada touge berbentuk cocus positif, dan pada ikan mentah berbentuk basil negatif. Penentuan bentuk dan kenampakan koloni bakteri dari sampel tidak dapat dilihat secara kasat mata oleh karena itu harus diamati di bawah mikroskop. Adanya warna ungu pada penampakan warna pada bakteri nasi hamper basi dan touge menandakan bahwa dia gram positif, dan warna merah pada ikan menadakan bahwa bakteri tersebut termasuk bakteri gram negatif. Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011a), bahwa untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif- gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru).
Adanya pemberian Kristal violet pada pewarnaan gram sebagai warna utama (ungu) agar warna yang dihasilkan lebih kuat. Penambahan iod dimaksudkan untuk menguatkan warna utama, setelah itu pembrian alkohol yaitu sebagai senyawa pencuci dan untuk mengekstrasi permukaan dinding sel pada bakteri. Dan yang trakhir pemberian safranin sebagai pemberi warna merah (negative). Hal ini didukung oleh pernyataan Anonim (2011a) bahwa Safranin berfungsi sebagai zat warna yang memberi warna kontras pada bakteri dengan memberikan warna merah. Kristal violet yaitu zat warna yang memberikan atau menunjukkan sifat pewarnaan negatif dengan memberikan warna ungu pada bakteri yang peka terhadap zat warna basa. Zat warna Iodine berfungsi sebagai zat warna pengikat ikatan warna, sehingga warna yang dihasilkan lebih jelas.
Pewarnaan gram bakteri merupakan teknik pewarnaan yang paling sering digunakan. Menurut Anonim (2011a), pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif- gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru). Beasarkan uraian diatas pewarnaan gram dilakukan untuk mengidentifikasi apakah bakteri tersebut bersifat gram negatif dengan ditandai adanya warna merah dan gram positf dengan warna biru. Warnah-warna tersebut tidak dapat dilihat secara kasat mata oleh karena itu di gunakan mikroskop untuk mengamatinya. Timbulnya warna-warna ini dpengaruhi dari perbedaan dinding sel bakteri. Bakteri gram negative memiliki dinding sel tipis yang berada diantara 2 lapis membran sel sedangkan bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membrane sel selapis. Oleh karena itu warna yang dihasilkan berbeda pula.
Hasil data praktikum pada tabel 04 menunjukkan hasil penggoresan pada berbagai bahan yaitu nasi hampir basi, tauge dan ikan mentah. Pada hasil pengamatan semua bahan kecuali ikan mentah menunjukkan koloni tak terpisah. Dengan kata lain pada nasi hampir basi dan tauge mengalami TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hanya pada ikan mentah hasil pengamatan menunjukkan koloni terpisah. Hal ini disebabkan karena nasi hampir basi dan tauge terkontaminasi sehinnga menyebabkan koloni tidak terpisah. Padahal tujuan utama dari penggoresan yaitu untuk memisahkan koloni sehinnga dapat dihitung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2011b) bahwa tujuan utama dari penggoresan ini adalah untuk menghasilkan koloni-koloni bakteri yang terpisah dengan baik dari suspensi sel yang pekat
Isolasi mikroba dalam praktikum ini dilakukan dengan teknik inokulasi yaitu dengan inokulasi gores. Untuk melakukan penanaman bakteri kawat (jarum ose) terlebih dahulu di panaskan pada Bunsen sampai semua kawatnya merah, diamkan sebentar dan cungkil bagian mikroba atau bakteri biakan yang akan ditanam pada media baru.tujuan dari metode gores ini untuk menghasilkan sel-sel bakteri yang terpisah dan mudah untuk diteliti. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarni (1997), yang menyatakan bahwa penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Inokulum digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawaan petri dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni.












V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Bakteri pada nasi hampir basi memiliki bentuk dan kenampakan kokus positif
2. Bakteri pada touge memiliki bentuk dan kenampakan kokus positif
3. Bakteri pada ikan mentah memiliki bentuk dan kenampakan basil negative.
B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya, waktu praktikum lebih dipercepat dan dalam 1 kelompok jangan terlalu banyak orang agar waktu praktikum dapan berjalan lebih efisien.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Pewarnaan Mikroba. http://wikipedia/org/pewarnaan_mikroba. Akses tanggal 19 April 2011. Makassar.

Anonim, 2011b. Isolasi dan Kultivasi Mikroba. http//:pengujiankadarpengendalian.bolgspot.com. Akses pada tanggal 20 April 2011. Makassar.

Anonim, 2011c. Teknik Membuat Biakan Murni. http://Aguskrisnoblog.wordpress/ teknik_membuat_biakan_murni. Akses pada tanggal 20 April 2011. Makassar.

Winarni, D. 1997. Mikrobiologi Umum. MM Press: Malang.
















I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam meneliti jenis mikroorganisme apa yang terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat juga dilajkuan dengan menggunakan metode penelitian mengenai MPN (Most Probable number). MPN ini dipergunakan untuk menghitung jumlah individu bakteri yang terdapat dalam bahan. Jumlah koloni yang terbentuk dihitung dan Satu koloni yang terbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutan asalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup.
Metode MPN dirancang dan lebih cocok untuk diterapkan pada sampel yang memiliki konsentrasi <100/g atau ml. Oleh karena itu nilai MPN dari sampel yang memiliki populasi mikroorganisme yang tinggi umumnya tidak begitu menggambarkan jumlah mikroorganisme yang sebenarnya. Jika jumlah kombinasi tabung positif tidak sesuai dengan tabel maka sampel harus diuji ulang. Semakin banyak seri tabung maka semakin tinggi akurasinya tetapi juga akan mempertinggi biaya analisa. Berdasarkan uraian diatas praktikum MPN ini dilakukan agar kita dapat mengetahui jenis mikroorganisme apa yang terkandung dalam suatu bahan pangan. MPN juga dapat menggambarkan jumlah mikroorganisme tersebut. B. Tujuan praktikum Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teknik MPN (Most Probable Number) pada jus apel, jus anggur dan es campur. 2. Untuk mengetahui prinsip dari metode MPN (Most Probable Number). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perhitungan Mikroba dengan MPN (Most Probable Number) Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel. Karena beberapa jenis bakteri selain coliform juga memiliki sifat fermentatif, diperlukan uji konfirmasi untuk mengetes kembali kebenaran adanya coliform dengan bantuan medium selektif diferensial (Anonim, 2005). Uji kelengkapan kembali meyakinkan hasil tes uji konfirmasi dengan mendeteksi sifat fermentatif dan pengamatan mikroskop terhadap ciri-ciri coliform: berbentuk batang, Gram negatif, tidak-berspora. Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk-koloni (colony-forming unit) dalam sampel. Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah sampel air, artinya dalam sampel air tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak minum. Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Anonim, 2005). B. Teknik uji MPN Menurut Anonim (2004), teknik uji MPN dilakukan dalam 3 tahap yaitu: 1. Uji penduga (presumptive test) Merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalamm tabung Durham berupa gelembung udara. Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam tabung Durham. Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Bila inkubasi 1 x 24 jam. hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 350C. Jika dalam waktu 2 x 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham, dihitung sebagai hasil negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat tabel MPN. 2. Uji penguat (confirmed test) Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Biru Agar ( EMBA ) secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh ber-warna merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya. 3. Uji pelengkap (completed test) Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan jarum inokulasi secara aseptik. Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Bila hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli. Dari media agar miring NA dibuat pewarnaan Gram dimana bakter Escherichia coli menunjukkan Gram negatif berbentuk batang pendek. Untuk membedakan bakteri golongan koli dari bakteri golongan coli fekal (berasal dari tinja hewan berdarah panas), pekerjaan dibuat Duplo, dimana satu seri diinkubasi pada suhu 370C (untuk golongan koli ) dan satu seri diinkubasi pada suhu 420C (untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C, sedangkan golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C C. Prinsip yang digunakan dalam metode MPN MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan volume atau massa sampel (Anonim, 2005). Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang pas/sesuai dan jika ditanam dalam tabung menghasilkaan frekensi pertumbuhan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan (semakin rendah pengenceran yang dilakukan) maka semakin “sering” tabung positif yang muncul. Semakin kecil jumlah sampel yang dimasukkan (semakin tinggi pengenceran yang dilakukan) maka semakin “jarang” tabung positif yang muncul. Jumlah sampel/pengenceran yang baik adalah yang menghasilkan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semua tabung positif yang dihasilkan sangat tergantung dengan probabilitas sel yang terambil oleh pipet saat memasukkannya ke dalam media. Oleh karena itu homogenisasi sangat mempengaruhi metode ini. Frekuensi positif (ya) atau negatif (tidak) ini menggambarkan konsentrasi mikroorganisme pada sampel sebelum diencerkan (Anonim, 2005). Menurut Anonim (2005), Asumsi yang diterapkan dalam metode MPN adalah : 1. bakteri terdistribusi sempurna dalam sampel 2. sel bakteri terpisah-pisah secara individual, tidak dalam bentuk rantai atau kumpulan (bakteri coliform termasuk E. coli terpisah sempurna tiap selnya dan tidak membentuk rantai). 3. media yang dipilih telah sesuai untuk pertumbuhan bakteri target dalam suhu dan waktu inkubasi tertentu sehingga minimal satu sel hidup mampu menghasilkan tabung positif selama masa inkubasi tersebut. 4. jumlah yang didapatkan menggambarkan bakteri yang hidup (viable) saja. Sel yang terluka dan tidak mampu menghasilkan tabung positif tidak akan terdeteksi. MPN dinilai dari perkiraan unit tumbuh (Growth Unit / GU) seperti CFU, bukan dari sel individu. Meskipun begitu baik nilai CFU atau MPN dapat menggambarkan seberapa banyak sel individu yang tersebar dalam sampel. Metode MPN dirancang dan lebih cocok untuk diterapkan pada sampel yang memiliki konsentrasi <100/g atau ml. Oleh karena itu nilai MPN dari sampel yang memiliki populasi mikroorganisme yang tinggi umumnya tidak begitu menggambarkan jumlah mikroorganisme yang sebenarnya. Jika jumlah kombinasi tabung positif tidak sesuai dengan tabel maka sampel harus diuji ulang. Semakin banyak seri tabung maka semakin tinggi akurasinya tetapi juga akan mempertinggi biaya analisa (Anonim, 2005). Pemilihan media sangat berpengaruh terhadap metode MPN yang dilakukan. Umumnya media yang digunakan mengandung bahan nutrisi khusus untuk pertumbuhan bakteri tertentu. Misalnya dalam mendeteksi faecal coliform dan E coli dapat menggunakan media Brilliant Green Lactose 2% Bile (BGLB) broth. Di dalam media ini mengandung lactose dan garam empedu (bile salt) yang hanya mengizinkan faecal coliform dan E.coli untuk tumbuh. Jika terdapat ketidaksesuaian jenis media dan bakteri yang diinginkan maka metode MPN akan menghitung bukan bakteri yang dituju. Untuk menghitung coliform dapat menggunakan Lauryl Sulphate Tryptose (LST) broth, sedangkan untuk menghitung E.coli diperlukan media EC (Escherichia coli) broth. Berdasarkan prinsip diatas apakah mungkin metode MPN dapat untuk menghitung jenis bakteri selain jenis-jenis coliform ? Jadi nilai MPN adalah suatu angka yang menggambarkan hasil yang paling mungkin (Anonim, 2005). D. Aspek peluang dalam metode MPN Berdasarkan prinsip diatas maka “seharusnya/sebaiknya” jumlah tabung positif pada pengenceran 1/10 > 1/100 > 1/1000 (misalnya 5-3-1) karena setiap pengenceraan mengurangi jumlah mikroorgansime target dan akibatnya semakin kecil kesempatannya untuk membuat tabung menjadi positif. Namun seringkali hasil yang didapat tidak sesuai dengan logika peluang, seperti 5-3-4 yang menghasilkan nilai 210 (lihat tabel dibawah). Bisa saja banyak sel tidak sengaja terambil dan memperbanyak pengenceran selanjutnya atau homogenisasi tidak berlangsung sempurna (Anonim, 2005).





.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Aplikasi Mikrobiologi Keamanan Pangan ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 14 April 2011, pukul 11.00 – 17.00, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali adalah :
- tabung reaksi - antoclave
- spritus - penangas
- vorteks - pisau
- kapas - gelas kimia
- laminator - aluminium foil
- jarum ose - gelas kimia
- pipet volume
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- daging
- pepton
- HCL 0,1 N
- aquades
- alkohol
C. Prosedur Kerja
1. Perhitungan bakteri
 Nutien brot buatan
- daging 100 gram, dipotong kecil-kecil.
- ditambahkan 100 mL aquades kemudian dipanaskan hingga ekstrak daging keluar.
- larutan ekstrak daging ditambahkan 100 mL aquades, 2 gram pepton, kemudian dipanaskan lagi.
- ditambahkan HCL 0,1 N, dipanaskan hingga mendidih.
- media dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 9 mL
- sterilisasi 1210C, selama 5 menit.
 MPN
- Dilakukan pengenceran hingga 10-3
- Pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3 dimasukkan dalam ketiga seri tabung
- Dilakukan pengamatan setelah 24 jam terhadap kekeruhan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil yang diperoleh pada praktikum kali ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 05 Hasil Perhitungan MPN (Most Porable Number)
No Bahan Seri 1 Seri 2 Seri 3 Jumlah MPN/g
1 Jus Apel +++ +++ ++ 1100
2 Jus Jeruk +++ +++ ++ 1100
3 Es campur +++ +++ + 460
Sumber : Data Hasil Praktikum Aplikasi Mikrobiologi dan Keamanan Pangan,2011

B. Pembahasan
Berdasarkan pada tabel 5 mengenai total hasil perhitungan koloni mikroorganisme dengan menggunakan metode MPN dengan bahan seperti jus apel, jus jeruk, dan es campur ditemukan jumlah MPN sebanyak 1100, 1100, dan 460. Hal ini menunjukan bahwa pada praktikum kali ini dengan menggunakan teknik MPN memiliki aspek peluang dalam metode MPN yang dalam pengenceran mengurangi jumlah mikoorganisme. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011c) bahwa aspek peluang pada metode MPN yaitu sesuai dengan prisip dari metode MPN yaitu sebaiknya” jumlah tabung positif pada pengenceran 1/10 > 1/100 > 1/1000 (misalnya 5-3-1) karena setiap pengenceraan mengurangi jumlah mikroorgansime target dan akibatnya semakin kecil kesempatannya untuk membuat tabung menjadi positif. Di mana Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang pas/sesuai dan jika ditanam dalam tabung menghasilkaan frekensi pertumbuhan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan (semakin rendah pengenceran yang dilakukan) maka semakin “sering” tabung positif yang muncul. Semakin kecil jumlah sampel yang dimasukkan (semakin tinggi pengenceran yang dilakukan) maka semakin “jarang” tabung positif yang muncul. Jumlah sampel/pengenceran yang baik adalah yang menghasilkan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semua tabung positif yang dihasilkan sangat tergantung dengan probabilitas sel yang terambil oleh pipet saat memasukkannya ke dalam media. Oleh karena itu homogenisasi sangat mempengaruhi metode ini. Frekuensi positif (ya) atau negatif (tidak) ini menggambarkan konsentrasi mikroorganisme pada sampel sebelum diencerkan.









V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kualitas air adalah metode MPN (Most Probable Number) sebab metode ini dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang sangat rendah.
2. Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang pas/sesuai dan jika ditanam dalam tabung menghasilkaan frekuensi pertumbuhan tabung positif.

B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya, metode MPN dilakukan agar digunakan bahan lain, bukan hanya jus pada sampel.






DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Mikrobiologi Lingkungan. http:// www. itb.ac .id/ news /itb_ berita _557.pdf. Akses tanggal 21 April 2011. Makassar.

Anonim, 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali. http:// www. ekologi. litbang. depkes.go. id/data/vol%203/Ni%20Putu%20_2.pdf. Akses tanggal 21 April 2011. Makassar.

LAPORAN PEKTIN

LAPORAN PRAKTIKUM IV APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN UJI KUALITATIF KANDUNGAN PEKTIN PADA BUAH LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN...